Naoki Sato, seorang Warga Negara Asing asal Jepang (WNA), telah dipulangkan ke negara asalnya karena melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pria yang merupakan presiden dari PT Pasifik Utama Line (PUL) ini telah tinggal di Jakarta selama bertahun-tahun.
Alamat Fiktif
Salah satu alasan Sato (bukan Naoki Sato komposer musik Jepang) terkena deportasi adalah karena telah mengajukan Izin Tinggal Terbatas (baca: KITAS) ke Kantor Imigrasi dengan alamat fiktif di Jakarta Selatan dan Jakarta Utara.
Raymond menjelaskan, pihaknya hanya mengeluarkan surat pengantar untuk menerbitkan akta usaha atas nama Naoki Sato. Saya tidak mengeluarkan surat pengantar untuk , katanya.
Menurut Raymond, mereka yang mengajukan KITAS harus memiliki KK (Kartu Keluarga). Jika tidak memiliki KK, syarat lainnya adalah WNA yang bersangkutan telah tinggal di tempat yang sama selama tiga tahun berturut-turut atau telah menikah secara sah dengan Warga Negara Indonesia (WNI).
Raymond mengatakan dia tidak pernah melihat Sato di wilayah RT yang dia kelola. “Kalau dia tinggal di sini, dia harus di sini. Ini bukti kuat bahwa dia tidak berbasis di sini,” katanya.
Data Kitas Tidak Valid
Di sisi lain, catatan Kantor Imigrasi Kelas 1 Jakarta Utara yang terletak di Jl. Boulevard Artha Gading tidak memiliki data KITAS atas nama Naoki Sato.
Seorang pejabat yang tak bersedia menyebut namanya mengatakan, “Setelah memeriksa, nama Naoki Sato tidak ditemukan.”
Data KITAS atas nama Naoki Sato ditemukan di Kantor Imigrasi Kelas I Tanjung Priok. Sayangnya, Petugas Imigrasi Tanjung Priok menolak memberikan data pribadi terkait dengan alasan menjaga privasi.
“Misalnya, kami hanya dapat memberikan data global tentang jumlah orang asing yang masuk dan keluar Indonesia, atau jumlah orang asing yang mengajukan KITAS,” jelas Bapak Wawan, petugas imigrasi di Tanjung Priok.
Sato dikenal bekerja sama dengan Presiden Direktur PT Anugerah Samudera Madanindo Faris Muhammad Abdulrahim dan Komisaris Aarin Bin Rianto. Perusahaan tersebut beberapa waktu lalu sempat bermasalah karena adanya safety flaw yang mengakibatkan tenggelamnya kapal KM Keyla 1 di perairan Batang, Jawa Tengah.